Peran Strategis BUMD sebagai Perusahaan Daerah
Istilah BUMD timbul ketika terbit Hukum Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 3 Tahun 1998 seputar Badan Usaha Milik Daerah. Permendagri tersebut mengendalikan bahwa format aturan BUMD bisa berupa perusahaan tempat atau perseroan terbatas.
Keberadaan BUMD sebagai institusi bisnis yang dimiliki dan dikelola Pemerintah Daerah memiliki peran strategis dalam pembangunan ekonomi tempat. Berdirinya BUMD di suatu daerah diinginkan dapat memberikan pengaruh (multiplier effect) yang besar bagi perekonomian masyarakat, sebab BUMD dapat beroperasional dengan tepat sasaran,efisien dan akuntabel, sehingga dapat menyediakan produk-produk vital yang berkwalitas dengan harga yang terjangkau bagi rakyat. Kecuali itu, BUMD diinginkan bisa diandalkan sebagai sumber pendanaan utama bagi pemerintah daerah.1
Kemauan pemerintah daerah di era otonomi untuk mendirikan BUMD dalam mengelola potensi tempat supaya dapat meningkatkan pendapatan orisinil daerah (PAD), bahwa dalam rangka menguatkan progres perekonomian daerah layak dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945)2 diperlukan penguatan kelembagaan perekonomian dalam rangka proses pemberian isi otonomiyang riil dan luas kepada tempat sehingga perlu diatur dasar-dasar untuk mendirikan perusahaan daerah.
BUMD yakni badan usaha yang semua atau sebagian besar modal modalnya dimiliki oleh daerah.3 BUMD sebagai perusahaan milik tempat dipegang dengan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1962 perihal Perusahaan Daerah4, sehingga seluruh perusahaan milik pemerintah tempat disebut Perusahaan Tempat.
Salah satu tujuan otonomi daerah merupakan meningkatkan kesejahteraan rakyat.5 Peningkatan kesejahteraan dimaksud akan terwujud seandainya daerah mampu mengoptimalkan segala potensi yang dimilikinya untuk meningkatkan pendapatan orisinil daerah. Untuk menempuh hal hal yang demikian, diperlukan pengelolaan yang menganut prinsip-prinsip good corporate governance dan penuh kewajaran sehingga diharapkan akan membuka kans yang lebih luas untuk memperoleh sumber-sumber pendapatan yang kapabel memajukan perekonomian tempat dalam rangka menghasilkan kesejahteraan masyarakat.6
Dilema BUMD
BUMD dievaluasi masih belum maksimal perannya, dan malah banyak BUMD yang mengalami kerugian. Ada 2 (dua) permasalahan mendasar yang menghalangi perkembangan BUMD, ialah: masalah pengelolaan dan masalah permodalan.
Pertama, berkaitan pengelolaan atau manajemennya, BUMD dianggap masih belum memiliki etos kerja, terlalu birokratis, efisien, kurang memiliki orientasi pasar, tidak memiliki reputasi yang baik, profesionalisme yang rendah.7 Persoalan lainnya, site pemerintah daerah dianggap terlalu banyak melaksanakan intervensi dalam pengelolaan BUMD, serta ketidakjelasan antara menjadikan profit. Di sisi lain, BUMD dituntut untuk memiliki fungsi sosial terhadap masyarakat.8
Kedua, menyangkut permodalan, perusahaan daerah betul-betul bergantung pada kebijakan pemerintah tempat, sebab mayoritas modalnya berasal dari anggaran dan pendapatan tempat. Artinya, besar kecilnya modal ditentukan oleh kemampuan keuangan daerah. Baik ini berdampak pada susahnya perusahaan mengembangkan usaha yang padahal memiliki prospek amat menguntungkan (profitable). BUMD memiliki ketergantungan pada komitmen dan kebijakan pemerintah tempat.
Untuk menjawab situasi sulit tatkelola dan permodalan BUMD yang terkait dengan aspek kemanfatan, berdasarkan Gustav Radbruch, bahwa kemanfaatan aturan dimana tujuan hukum semestinya memberi kemanfaatan bagi masyarakat. Layak buruknya hukum diatur berdasarkan skor guna atau manfaat.9 dengan tujuan itu, maka aturan tak sekedar untuk menghasilkan ketertiban, tapi juga berperan dalam pembaharuan atau pembangunan, sebagaimana ditegaskan oleh Jeremi Bentham.10
Dalam rangka mensupport pembangunan tempat, peran BUMD dirasakan semakin penting sebagai perintis dalam sektor usaha yang belum diminati usaha swasta. BUMD dapat bergerak sebagai pelaksana pelayanan publik, penyeimbang kekuatan pasar dan ikut membantu pengembangan usaha kecil dan menengah dalam rangka mengembangkan fungsi kemanfaatan dan menerapkan fungsi pemerataan untuk menempuh keadilan dalam meningkatkan perekonomian bagi masyarakat setempat.